Minggu, 25 Juli 2010

kekayaan intelektual

Kekayaan Intelektual merupakan alat penunjang pembangunan ekonomi dan penciptaan kreasi yang pada saat ini belum digunakan untuk memberikan hasil yang optimal di semua negara, terutama di negara berkembang, padahal ia adalah sebuah kekuatan yang dapat digunakan untuk memperkaya kehidupan seseorang dan masa depan suatu bangsa secara material, budaya dan sosial. Kekayaan Intelektual mendukung dan memberi penghargaan kepada kreator, merangsang pertumbuhan ekonomi dan memajukan pengembangan sumber daya manusia, karenanya kekayaan intelektual bersifat memberdayakan.
Karya-karya intelektual yang dilahirkan seseorang dengan pengorbanan tenaga, waktu dan bahkan biaya. Adanya pengorbanan tersebut menjadikan karya yang dihasilkan memiliki nilai, apabila ditambah dengan manfaat ekonomi yang dapat dinikmati, nilai ekonomi yang melekat menumbuhkan konsepsi kepemilikan terhadap karya-karya intelektual tadi. Maka bisa dikatakan karya intelektual merupakan kekayaan intelektual yang harus dilindungi.

Kekayaan Intelektual adalah pengakuan hukum yang memberikan pemegang hak (atas) kekayaan intelektual untuk mengatur penggunaan gagasan-gagasan dan ekspresi yang diciptakannya untuk jangka waktu tertentu. Istilahkekayaan intelektualmencerminkan bahwa hal tersebut merupakan hasil pikiran atau intelektualitas, dan bahwa hak kekayaan intelektual dapat dilindungi oleh hukum sebagaimana bentuk hak milik lainnya.

Hukum yang mengatur kekayaan intelektual biasanya bersifat teritorial; pendaftaran ataupun penegakan hak kekayaan intelektual harus dilakukan secara terpisah di masing-masingyurisdiksi bersangkutan. Namun, hukum yang berbeda-beda tersebut semakin diselaraskan dengan diberlakukannya perjanjian-perjanjian internasional seperti Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), sementara perjanjian-perjanjian lain memungkinkan pendaftaran kekayaan intelektual pada lebih dari satu yurisdiksi sekaligus

Hak kekayaan intelektual dewasa ini telah merupakan alat yang ampuh untuk pertumbuhan dan perkembangan ekonomi suatu bangsa (a powerful tool for economic development) . Data menunjukan bahwa umumnya ekspor negara-negara berkembang dalam bentuk hasil-hasil dan kekayaan alam tidak dapat dibanggakan lagi. Kemerosotan prosentase ekspor tersebut mencapai 70% pada tahun 1900 turun hingga 20% pada akhir abad ke 20 . Data tersebut menunjukkan bahwa, sumber kekayaan alam yang dimiliki oleh suatu bangsa pada kenyataannya tidak dapat membawa kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Tetapi, dengan menghandalkan hak kekayaan intelektual banyak sudah Negara-negara menjadi Negara sejahtera (welfare state). Karya intelektual manusia merupakan potensi ekonomi yang tidak habis-habisnya dan akan terus mengalami perkembangan dan kemajuan.
Tidak dapat disangkal lagi, bahwa hak kekayaan intelektual merupakan pintu gerbang bagi lahirnya ilmu pengetahuan dan teknolohi. Teknologi tidak lahir dengan sendirinya, seperti halnya manusia yang lahir dari kandungan ibunya. Suatu teknologi dihasilkan karena adanya daya kreasi intelektual manusia yang diwujudkan melalui suatu tahapan penelitian yang kemudian menghasilkan invensi (invention).


Berbagai perkembangan teknologi dalam berbagai bidang, baik itu yang sifatnya sederhana maupun high tech, merupakan hasil invensi manusia yang dipatenkan dan dengan demikian dilindungi oleh kaedah hukum, baik hukum internasional maupun hukum nasional suatu negara. Perlindungan hukum terhadap hak kekayaan intelektual itu terdapat hak komersial yang besar jumlahnya.
Menurut pengertian ini dapat dikatakan bahwa hukum memainkan peran penting dan menentukan dalam pembangunan ekonomi suatu masyarakat baik local, nasional maupun internasional. Apalagi di era globalisasi sekarang ini, kebutuhan hukum tidak hanya dirasakan oleh masyarakat awam dan si pencari keadilan dalam berperkara di pengadilan saja, tetapi pelaku bisnis, ekonom, petani dan teknokrat juga membutuhkan hukum yang tujuannya adalah untuk memberikan perlindungan hukum untuk bidang dan profesinya masing-masing.


Secara historis, undang-undang mengenai HaKI pertama kali ada di Venice, Italia yang menyangkut masalah paten pada tahun 1470. Caxton, Galileo dan Guttenberg tercatat sebagai penemu-penemu yang muncul dalam kurun waktu tersebut dan mempunyai hak monopoli atas penemuan mereka. Hukum-hukum tentang paten tersebut kemudian diadopsi oleh kerajaan Inggris di jaman TUDOR tahun 1500-an dan kemudian lahir hukum mengenai paten pertama di Inggris yaitu Statute of Monopolies (1623). Amerika Serikat baru mempunyai undang-undang paten tahun 1791.

Upaya harmonisasi dalam bidang HaKI pertama kali terjadi tahun 1883 dengan lahirnya Paris Convention untuk masalah paten, merek dagang dan desain. Kemudian Berne Convention 1886 untuk masalah copyright atau hak cipta. Tujuan dari konvensi-konvensi tersebut antara lain standarisasi, pembahasan masalah baru, tukar menukar informasi, perlindungan mimimum dan prosedur mendapatkan hak. Kedua konvensi itu kemudian membentuk biro administratif bernama the United International Bureau for the Protection of Intellectual Property yang kemudian dikenal dengan nama World Intellectual Property Organisation (WIPO). WIPO kemudian menjadi badan administratif khusus di bawah PBB yang menangani masalah HaKI anggota PBB.


Upaya harmonisasi dalam bidang HaKI pertama kali terjadi tahun 1883 dengan lahirnya Paris Convention untuk masalah paten, merek dagang dan desain. Kemudian Berne Convention 1886 untuk masalah copyright atau hak cipta. Tujuan dari konvensi-konvensi tersebut antara lain standarisasi, pembahasan masalah baru, tukar menukar informasi, perlindungan mimimum dan prosedur mendapatkan hak. Kedua konvensi itu kemudian membentuk biro administratif bernama the United International Bureau for the Protection of Intellectual Property yang kemudian dikenal dengan nama World Intellectual Property Organisation (WIPO). WIPO kemudian menjadi badan administratif khusus di bawah PBB yang menangani masalah HaKI anggota PBB




Kekayaan Intelektual merupakan alat penunjang pembangunan ekonomi dan penciptaan kreasi yang pada saat ini belum digunakan untuk memberikan hasil yang optimal di semua negara, terutama di negara berkembang, padahal ia adalah sebuah kekuatan yang dapat digunakan untuk memperkaya kehidupan seseorang dan masa depan suatu bangsa secara material, budaya dan sosial. Kekayaan Intelektual mendukung dan memberi penghargaan kepada kreator, merangsang pertumbuhan ekonomi dan memajukan pengembangan sumber daya manusia, karenanya kekayaan intelektual bersifat memberdayakan.
Karya-karya intelektual yang dilahirkan seseorang dengan pengorbanan tenaga, waktu dan bahkan biaya. Adanya pengorbanan tersebut menjadikan karya yang dihasilkan memiliki nilai, apabila ditambah dengan manfaat ekonomi yang dapat dinikmati, nilai ekonomi yang melekat menumbuhkan konsepsi kepemilikan terhadap karya-karya intelektual tadi. Maka bisa dikatakan karya intelektual merupakan kekayaan intelektual yang harus dilindungi.

Kekayaan Intelektual adalah pengakuan hukum yang memberikan pemegang hak (atas) kekayaan intelektual untuk mengatur penggunaan gagasan-gagasan dan ekspresi yang diciptakannya untuk jangka waktu tertentu. Istilahkekayaan intelektualmencerminkan bahwa hal tersebut merupakan hasil pikiran atau intelektualitas, dan bahwa hak kekayaan intelektual dapat dilindungi oleh hukum sebagaimana bentuk hak milik lainnya.

Hukum yang mengatur kekayaan intelektual biasanya bersifat teritorial; pendaftaran ataupun penegakan hak kekayaan intelektual harus dilakukan secara terpisah di masing-masingyurisdiksi bersangkutan. Namun, hukum yang berbeda-beda tersebut semakin diselaraskan dengan diberlakukannya perjanjian-perjanjian internasional seperti Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), sementara perjanjian-perjanjian lain memungkinkan pendaftaran kekayaan intelektual pada lebih dari satu yurisdiksi sekaligus

Hak kekayaan intelektual dewasa ini telah merupakan alat yang ampuh untuk pertumbuhan dan perkembangan ekonomi suatu bangsa (a powerful tool for economic development) . Data menunjukan bahwa umumnya ekspor negara-negara berkembang dalam bentuk hasil-hasil dan kekayaan alam tidak dapat dibanggakan lagi. Kemerosotan prosentase ekspor tersebut mencapai 70% pada tahun 1900 turun hingga 20% pada akhir abad ke 20 . Data tersebut menunjukkan bahwa, sumber kekayaan alam yang dimiliki oleh suatu bangsa pada kenyataannya tidak dapat membawa kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Tetapi, dengan menghandalkan hak kekayaan intelektual banyak sudah Negara-negara menjadi Negara sejahtera (welfare state). Karya intelektual manusia merupakan potensi ekonomi yang tidak habis-habisnya dan akan terus mengalami perkembangan dan kemajuan.
Tidak dapat disangkal lagi, bahwa hak kekayaan intelektual merupakan pintu gerbang bagi lahirnya ilmu pengetahuan dan teknolohi. Teknologi tidak lahir dengan sendirinya, seperti halnya manusia yang lahir dari kandungan ibunya. Suatu teknologi dihasilkan karena adanya daya kreasi intelektual manusia yang diwujudkan melalui suatu tahapan penelitian yang kemudian menghasilkan invensi (invention).


Berbagai perkembangan teknologi dalam berbagai bidang, baik itu yang sifatnya sederhana maupun high tech, merupakan hasil invensi manusia yang dipatenkan dan dengan demikian dilindungi oleh kaedah hukum, baik hukum internasional maupun hukum nasional suatu negara. Perlindungan hukum terhadap hak kekayaan intelektual itu terdapat hak komersial yang besar jumlahnya.
Menurut pengertian ini dapat dikatakan bahwa hukum memainkan peran penting dan menentukan dalam pembangunan ekonomi suatu masyarakat baik local, nasional maupun internasional. Apalagi di era globalisasi sekarang ini, kebutuhan hukum tidak hanya dirasakan oleh masyarakat awam dan si pencari keadilan dalam berperkara di pengadilan saja, tetapi pelaku bisnis, ekonom, petani dan teknokrat juga membutuhkan hukum yang tujuannya adalah untuk memberikan perlindungan hukum untuk bidang dan profesinya masing-masing.


Secara historis, undang-undang mengenai HaKI pertama kali ada di Venice, Italia yang menyangkut masalah paten pada tahun 1470. Caxton, Galileo dan Guttenberg tercatat sebagai penemu-penemu yang muncul dalam kurun waktu tersebut dan mempunyai hak monopoli atas penemuan mereka. Hukum-hukum tentang paten tersebut kemudian diadopsi oleh kerajaan Inggris di jaman TUDOR tahun 1500-an dan kemudian lahir hukum mengenai paten pertama di Inggris yaitu Statute of Monopolies (1623). Amerika Serikat baru mempunyai undang-undang paten tahun 1791.

Upaya harmonisasi dalam bidang HaKI pertama kali terjadi tahun 1883 dengan lahirnya Paris Convention untuk masalah paten, merek dagang dan desain. Kemudian Berne Convention 1886 untuk masalah copyright atau hak cipta. Tujuan dari konvensi-konvensi tersebut antara lain standarisasi, pembahasan masalah baru, tukar menukar informasi, perlindungan mimimum dan prosedur mendapatkan hak. Kedua konvensi itu kemudian membentuk biro administratif bernama the United International Bureau for the Protection of Intellectual Property yang kemudian dikenal dengan nama World Intellectual Property Organisation (WIPO). WIPO kemudian menjadi badan administratif khusus di bawah PBB yang menangani masalah HaKI anggota PBB

Sifat-sifat HKI
Beberapa sifat yang dimilki dalam konsep HKI, diantaranya seperti,
Pertama bahwa pada prinsipnya HKI mempunyai jangka waktu tertentu atau terbatas; Artinya setelah habis masa perlindungan ciptaan atau penemuan yang dihasilkan oleh seseorang dan atau kelompok, maka akan menjadi milik umum, tetapi ada pula yang setelah habis masa perlindungannya dapat diperpanjang lagi, misalnya untuk hak merek.

Ke dua , HKI juga mempunyai sifat eksklusif dan mutlak; Maksudnya bahwa hak hasil temuan atau ciptaan yang dihasilkan oleh seseorang maupun kelompok tersebut, dapat dipertahankan apabila ada pihak lain yang melakukan peniruan maupun penjiplakan terhadap hasil karyanya. Pemilik hak dapat menuntut terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh siapapun dan pemilik atau pemegang HKI yang syah tersebut mempunyai hak monopoli, yaitu pemilik atau pemegang hak dapat mempergunakan haknya untuk melarang siapapun yang akan memproduksi tanpa memperoleh persetujuan dari pemiliknya.

Kasus Kopi Toraja, dan mungkin tempe untuk beberapa waktu mendatang, boleh jadi akibat masih awamnya pemahaman sebagian besar masyarakat Indonesia terhadap masalah Hak Kekayaan Intelektual (HKI), khususnya tentang paten dan merek. Mereka belum tahu apa gunanya mendaftarkan paten dan merek, apa bedanya paten dan merek, dan terutama bagaimana prosedur pengajuannya. Padahal jika mengerti kegunaannya, keduanya bakal memberikan keuntungan, utamanya menjadi pelindung bagi produk-produk yang bernilai ekonomi tinggi.

Kasus Kopi Toraja pas benar dengan gugatan Insan Budi Maulana, seorang pengacara HKI, yang menilai masih perlunya kejelasan arah dari sistem paten di Indonesia. "Apakah implementasi UU Paten telah memberi manfaat ekonomi bagi negara ini atau tidak?" kata Insan. Dia juga menyarankan, seharusnya sejak menjadi anggota WTO, Indonesia sudah memiliki strategi teknologi paten apa yang akan dikembangkan. Strategi ini ditentukan lewat konsolidasi antara beberapa institusi, seperti kantor Menristek, Departemen Pertanian, LIPI, perguruan tinggi, Ditjen HKI, dan para pengusaha, termasuk juga BUMN

2 komentar: